Smart City
merupakan kota yang mampu memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM), modal sosial,
dan infrastruktur telekomunikasi modern (Information and Communication
Technology) yang ada untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat. Konsep Smart City merupakan konsep yang telah
melalui tahap penyempurnaan dari konsep yang telah ada sebelumnya dengan
menambahkan konsep-konsep berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (Nijkamp
,2010)
Pembangunan
kota-kota menuju Smart City diawali
dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang biasanya bersifat
parsial, pada masalah-masalah prioritas. Sebagai contoh, Kota Amsterdam yang
mendasarkan penggunaan TIK untuk mengurangi polusi, atau Kota Tallim, sebagai
ibukota Estonia yang memulai pengelolaan kota yang cerdas dari segi
pemerintahannya dengan e-government dan menggunakan smart ID card dalam
pelayanan bagi penduduknya, maupun Kota Songdo di Korea Selatan yang
mendasarkan pengembangan kota berbasis TIK untuk mengembangkan Songdo sebagai
pusat bisnis internasional.
Untuk
mendukung suatu kota menuju konsep smart city, maka diperlukan stakeholders yang perlu dilibatkan dalam
pengembangan konsep Smart City, antara lain : Government, Academician, Citizen/civil community, Developers, Media dan Private sectors.
Keseluruhan stakeholders tersebut memiliki peranan masing-masing dalam mengimplementasikan konsep Smart City. Smart City terbagi ke dalam 6 jenis, yakni :
Keseluruhan stakeholders tersebut memiliki peranan masing-masing dalam mengimplementasikan konsep Smart City. Smart City terbagi ke dalam 6 jenis, yakni :
1.
Smart
Economy
Smart Economy ditujukan
untuk membuat inovasi dan kemampuan daya saing yang berguna untuk mencapai
peningkatan ekonomi wilayah tersebut.
2. Smart Living
Pada Smart Living terdapat
syarat, kriteria, dan tujuan untuk proses pengelolaan kualitas hidup dan budaya
yang lebih baik dan pintar. Untuk mewujudkan smart living, terdapat tiga buah
subbagian yang harus dipenuhi. Ketiga sub bagian tersebut adalah Education
Facilities, Touristic Atractivity, dan ICT Infrastructure.
3. Smart People
Dengan adanya smart people,
diharapkan dapat tercipta komunitas masyarakat yang smart. Hal ini ditujukan
agar adanya partisipasi masyarakat yang smart sehingga mampu mengetahui manfaat
dan mengelola serta mengembangkan smart city.
4. Smart Governance
Smart Governance merupakan
bagian pada smart city yang mengkhususkan pada tata kelola pemerintahan. Adanya
kerja sama antara pemerintah dan masyarakat ini diharapkan dapat
mewujudkan tata kelola dan jalannya pemerintahan yang bersih, jujur, adil, dan
berdemokrasi serta kualitas dan kuantitas layanan publik yang lebih baik.
5. Smart Mobility
Smart Mobility merupakan
bagian pada smart city yang mengkhususkan pada transportasi dan mobilitas
masyarakat.Sistem smart yang berbasiskan teknologi informasi untuk mengatur
transportasi, traffic, dan pariwisata.
6. Smart Environment
Smart Environment merupakan
bagian pada smart city yangn mengkhususkan kepada bagaimana menciptakan
lingkungan. Untuk mewujudkan Smart Environment, perlu adanya beragam terapan
aplikasi dan komputer (termasuk juga jaringan wireless dan jaringan berbasis
Cloud Computing), kecerdasan buatan,parallel computing, dan beragam teknologi
lainnya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan manusia itu
sendiri.
Terdapat 6 point penting
dari Smart City, yaitu:
1. Pengembangan
dan pemanfaatan arsitektur jaringan komputer.
2. Keterbukaan
informasi serta simulasi ekonomi dan keilmuan.
3. Pengembangan
inovasi dan kreaktifitas masyarakat.
4. Simulasi
terhadap sisi enterprise dan kewirausahaan.
5. Tatanan
pemerintahan yang lebih partisipatif dan demokrasi,
6. Keseimbangan
aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Selain itu, terdapat pula 6
buah karakteristik dari Aplikasi Berbasis Smart City yaitu:
1. Sensible
dengan melakukan sensor yaitu WSN, GIS.
2. Connectable
yaitu sensor terhubung ke aplikasi dan pengguna melalui jaringan komputer.
3. Ubiquitous
yaitu dapat diakses kapanpun dan dimanapun yang bersifat mobile.
4. Sociable
yaitu terhubung satu sama lain seperti social media dan social network.
5. Shareable
yaitu berbagi informasi ke jejaring.
6. Visible/Augmented
yaitu informasi diakses secara fisik seperti augmented reality.
Menurut Prof Suhono STEI
ITB, terdapat 6 leverl penerapan Smart City yaitu:
1. Level
0 yaitu masih kota biasa, ada potensi menjadi Smart City.
2. Level
1 yaitu mulai menjadi Smart City serta tersedia internet secara menyeluruh.
3. Level
2 yaitu setiap kota saling terhubung menggunakan jaringan MAN (Metropolitan
Area Network).
4. Level
3 yaitu open information dan open data (bertukar informasi dan data) antar kota
secara online.
5. Level
4 yaitu tiap kota memiliki informasi penting tersendiri dan nilai penting di
dalamnya.
6. Level
5 yaitu integrasi yang baik antar kota seperti kombinasi level 2,3,4.
Jakarta sebagai ibukota
negara dimana seluruh pusat pemerintahan berada di kota ini, kota dengan magnet
para pencari pekerjaan, serta kota yang banyak menawarkan wisata serta hiburan baru-baru ini meluncurkan aplikasi
QLUE selain itu warga Jakarta juga dapat mengaksesnya melalui smartcity.jakarta.go.id dimana
website tersebut terintegrasi dengan aplikasi sosial media pengaduan warga ibu
kota, seperti email
dki@jakarta.go.id, twitter
@jakartagoid, facebook
jakarta.go.id, balai warga di website www.jakarta.go.id,
petajakarta.org, Lapor! 1708, dan Google Waze. Aplikasi QLUE dapat diunduh
melalui android play store. Aplikasi ini memiliki sarana penyampaian aspirasi
pengaduan secara real time.
seperti pengaduan seperti macet, banjir, sampah, joki three in one,
parkir liar, pengemis, bisa dilaporkan berdasar lokasi dengan fotonya,
Laporan warga di aplikasi
QLUE juga terintegrasi ke website smartcity.jakarta.go.id.
Seluruh laporan warga di website dan aplikasi tersebut langsung
terkoneksi ke aplikasi android yang khusus diunduh oleh aparat Pemprov DKI
Jakarta serta aparat kepolisian yakni CROP.
Testing website Jakarta Smart City (smartcity.jakarta.go.id)
Menurut
Singh dan Khan (2012:146), testing
adalah proses untuk memeriksa atau mengevaluasi sistem atau komponen sistem
secara manual atau terotomatisasi yang bertujuan untuk melakukan verifikasi
bahwa sistem tersebut memenuhi persyaratan tertentu atau untuk
mengidentifikasikan perbedaan antara expected
result dan actual result.
Dalam melakukan testing terhadap
website smartcity.jakarta.go.id ini
kita menggunakan metode Black Box Testing dan User Acceptance Testing.
a. Black-box
Testing
Pengujian
perangkat lunak dilakukan setelah kode program disusun untuk membangun
aplikasi, pengujian yang digunakan adalah Black-Box Testing, pengujian ini
dilakukan untuk memeriksa fungsionalitas dari aplikasi tanpa harus mengujikan
kode program. Black-box Testing juga digunakan untuk mengetahui setiap detail
dari proses input dan output berjalan dengan normal dan sesuai dengan deskripsi
yang sudah ditentukan.
b. User
Acceptance Testing (UAT)
merupakan cara
formal yang dilakukan untuk menegaskan bahwa Web Jakarta Smart City benar-benar
sudah memenuhi kebutuhan pengguna. UAT dilakukan berdasarkan kebutuhan
fungsional dan dilakukan kepada pengguna yang bersangkutan dengan lalu lintas,
seperti pengendara kendaraan bermotor, dan pejalan kaki yang menggunakan
trotoar dan penyeberangan jalan. UAT dilakukan dengan memberikan skala likert
dengan angka 1 hingga 5. Dimana 1 merupakan skala jawaban sangat kurang, serta
5 merupakan skala jawaban sangat baik. Hingga didapat persentasi yang memiliki
kriteria hasil pengujian.
Untuk mendapatkan kriteria hasil pengujian digunakan
rumus skor ideal sebagai berikut :
Skor Kriteria = Nilai Skala x
Jumlah Responden
Kriteria
|
Nilai Skala x Jumlah
Responden
|
Skor
|
Sangat
kurang
|
1
x 10
|
<=
10
|
Kurang
|
2
x 10
|
<=
20
|
Cukup
|
3
x 10
|
<=
30
|
Baik
|
4
x 10
|
<=
40
|
Sangat
Baik
|
5
x 10
|
<=
50
|
sumber : smartcity.jakarta.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar